Rabu, 15 November 2017

Ngudar Kaweruh Tembang

Salah satu cara melestarikan budaya adalah dengan mengadakan lomba untuk menyemangati generasi penerus supaya membuka kembali/belajar kembali budaya yang ada. Kamis, 16 November 2017 Dinas Pendidikan Bantul mengadakan lomba  "Ngudar Tembang". Di mana seluruh kecamatan menampilkan satu perwakilan sekolah. Kecamatan Kasihan menunjuk sekolah saya yang kebetulan masih kental dengan budayannya. 


Sukarjiono, S.Ag adalah guru karawitan sekolah kami yang melatih siswa  dalam mempersiapkan lomba ini. Saya kebetulan mendampingi mereka ketika gladi bersih latihan , ada hal yang sangat menarik. Sebelumnya saya penasaran  mengapa kok latihan sudah lama tapi siswa belum hafal teksnya. padahal ketika maju harus sudah tidak boleh membawa teks, akhirnya saya ikut memberi motifasi supaya siswa cepat hafal. Saya juga bertanya - tanya dalam hati kok pelatih yang mumpuni agak kesusahan dan memerlukan waktu lama dalam melatih cara melafalkan bahasa kromo inggil pada siswa.   
Setelah saya telusuri ternyata bahasa mereka sejak kecil dalam kehidupan sehari - hari di rumah adalah bahasa Indonesia. Sehingga pelatih dua kali kerja, pertama menerjemahkan bahasa jawa ke bahasa Indonesia supaya ada penjiwaan ketika ngudari  tembang. Kedua memberikan pemahaman pelafalan bahasa jawa yang artikulasinya berbeda dengan bahasa Indonesia. Ini lah mengapa pelatih kesusahan dan membutuhkan waktu yang tidak singkat dalam melatih mereka. Karena ada banyak bahasa yang menurut mereka asing dan baru sehingga mereka hanya hafal dan kurang menjiwai. 
Sebenarnya tidak salah bahasa Indonesia dijadikan bahasa ibu hanya saja orang tua harus memberi tahu bahwa ada bahasa daerah selain bahasa Indonesia. Selain disekolah mereka juga harus dikenalkan sehingga tidak tampak asing dengan bahasa daerah sendiri. Jika hanya mengandalkan di sekolah yang jamnya terbatas maka budaya berbahasa daerah akan punah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar